Disini saya akan membahas tujuh ciri-ciri Masyarakat Pedesaan Menurut
Anshoriy (2008), dalam penelitiannya tentang kearifan lingkungan di tanah jawa,
bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat di pedusunan (pedesaan) memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Menjunjung kebersamaan dalam bentuk Gotong Royong, gugur
gunung dan lain sebagainya, sebetulnya Gotong Royong merupakan suatu
kebudaayaan di Indonesia, tetapi budaya ini sudah mulai hilang di masyarakat
perkotaan. Tetapi di daerah pedesaan budaya Gotong Royong masih ada. Dengan
Gotong Royong suatu pekerjaan akan menjadi lebih ringan, karena dikerjakan
secara bersama-sama. Di daerah saya Gotong Royong masih ada
- Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara dan wajib dijamu bila berkunjung ke rumah, masyarakat desa masih memiliki rasa percaya terhadap orang lain yang tinggi berbeda dengan masyarakat perkotaan yang memiliki rasa curiga terhadap orang asing sangat tinggi.
Misalnya : siapa saja yang
berkunjung ke rumah dipersilahkan masuk dan diberi minum minimal air putih,
jika sedang tidak ada makanan. Berbeda dengan masyarakat kota, jika ada seorang
yang berkunjung tetapi tidak dikenal jangankan diberi minum dipersilahkan masuk
saja tidak.
Hal ini terjadi, mungkin karena
modus penipuan masih sangat jarang terjadi di masyarakat pedesaan. Sehingga
masyarakat masih menyimpan rasa percaya terhadap orang lain. Dan budaya
masyarakat desa yang mempunyai rasa tidak enak hati jika memperlakukan
oranglain dengan kurang baik.
- Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata krama, tata susila dan lain sebagainya yang berhubungan dengan etika sopan santun.
Masyarakat pedesaan sangat
menjunjung tinggi tata krama dan nilai-nilai kesopanan. Misalnya : ketika berpapasan
dengan orang lain menyampaikan salam dan bertegur sapa.
- Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan dengan masa panen dan masa tanam,
Masyarakat desa mayoritas
berprofesi sebagai petani. Penghidupan mereka sangat bergantung dengan musim /
cuaca. Dengan pengalaman dan pelajaran dari para leluhur mereka sudah terbiasa
menyiapkan segala peralatan dan kebutuhan untuk bertani berdasarkan pada musim.
Mereka faham kapan harus menanam padi dan kapan harus menanam palawija.
Misalnya : ketika musim hujan
mereka akan menanam padi, dan ketika musim kemarau tiba mereka akan menanam
tanaman yang memerlukan sedikit air. Seperti palawija, singkong, kacang, dll.
- Memiliki pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam setiap agenda dan kegiatannya,
Masyarakat desa masih percaya
akan pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam
setiap agenda dan kegiatannya.
Misalnya : orangtua akan mencari
hari yang baik untuk menikahkan anaknya. Mereka akan melakukan perhitungan
sehingga mendapatkan hari yang baik. Mereka percaya jika melaksanakan sesuatu
di hari yang buruk, maka malapetaka akan menimpa / kegiatan tersebut tidak akan
sukses (gagal).
- Memiliki toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat,
Masyarakat desa cenderung tidak
anarkis. Mereka dapat memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang lain
terutama pemimpin atau tokoh masyarakat, di desa biasanya permasalahan
diselesaikan secara kekeluargaan. Mudah untuk melakukan konsolidasi, tidak ayal
orang yang tadinya bersalah malah bisa menjadi seperti keluarga. Karena
kesungguhan orang yang melakukan kesalahan dalam memperbaiki diri, dan
ketulusan masyarakat desa untuk memberikan maaf. Seperti dalam pepatah, “Tiada Gading Yang Tak Retak”. Tiada
manusia yang sempurna, kesalahan merupakan suatu keniscayaan bagi manusia, dan
setiap manusia itu bisa berubah. Perubahan menjadi lebih baik bukanlah suatu
kemustahilan.
- Mencintai seni dan dekat dengan alam.
Masyarakat desa dapat menyalurkan
bakat seninya dengan bermain kesenian tradisional, kearifan local masih sangat
melekat. Pada acara-acara panen raya biasanya pertunjukan-pertunjukan seni
ditampilkan, diiringi dengan alunan musik dan tarian tradisional.
Bendrong Lesung adalah kesenian tradisional yang menggunakan lesung dan alu sebagai
property pertunjukannya. Lesung dan alu yaitu alat penumbuk padi tradisional
yang terbuat dari kayu. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian tradisional
dari daerah Cilegon, Banten. Kesenian bedrong lesung ini menggambarkan
tentang kegembiraan dan suka cita masyarakat dalam menyambut musim panen
mereka.
Ini merupakan salah satu bentuk
syukur masyarakat desa kepada Tuhan terhadap hasil panen yang diraih. Dan
merupakan salah satu bentuk kecintaan mereka pada alam yang telah memberikan
kehidupan.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar