Jumat, 21 Oktober 2016

Tujuh Ciri-Ciri Masyarakat Pedesaan





Disini saya akan membahas tujuh ciri-ciri Masyarakat Pedesaan Menurut Anshoriy (2008), dalam penelitiannya tentang kearifan lingkungan di tanah jawa, bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat di pedusunan (pedesaan) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Menjunjung kebersamaan dalam bentuk Gotong Royong, gugur gunung dan lain sebagainya, sebetulnya Gotong Royong merupakan suatu kebudaayaan di Indonesia, tetapi budaya ini sudah mulai hilang di masyarakat perkotaan. Tetapi di daerah pedesaan budaya Gotong Royong masih ada. Dengan Gotong Royong suatu pekerjaan akan menjadi lebih ringan, karena dikerjakan secara bersama-sama. Di daerah saya Gotong Royong masih ada
misalnya : Gotong Royong pembuatan jalan.

  1. Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara dan wajib dijamu bila berkunjung ke rumah, masyarakat desa masih memiliki rasa percaya terhadap orang lain yang tinggi berbeda dengan masyarakat perkotaan yang memiliki rasa curiga terhadap orang asing sangat tinggi.
Misalnya : siapa saja yang berkunjung ke rumah dipersilahkan masuk dan diberi minum minimal air putih, jika sedang tidak ada makanan. Berbeda dengan masyarakat kota, jika ada seorang yang berkunjung tetapi tidak dikenal jangankan diberi minum dipersilahkan masuk saja tidak.
Hal ini terjadi, mungkin karena modus penipuan masih sangat jarang terjadi di masyarakat pedesaan. Sehingga masyarakat masih menyimpan rasa percaya terhadap orang lain. Dan budaya masyarakat desa yang mempunyai rasa tidak enak hati jika memperlakukan oranglain dengan kurang baik.
  1. Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata krama, tata susila dan lain sebagainya yang berhubungan dengan etika sopan santun.
Masyarakat pedesaan sangat menjunjung tinggi tata krama dan nilai-nilai kesopanan. Misalnya : ketika berpapasan dengan orang lain menyampaikan salam dan bertegur sapa.
  1. Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan dengan masa panen dan masa tanam,
Masyarakat desa mayoritas berprofesi sebagai petani. Penghidupan mereka sangat bergantung dengan musim / cuaca. Dengan pengalaman dan pelajaran dari para leluhur mereka sudah terbiasa menyiapkan segala peralatan dan kebutuhan untuk bertani berdasarkan pada musim. Mereka faham kapan harus menanam padi dan kapan harus menanam palawija.
Misalnya : ketika musim hujan mereka akan menanam padi, dan ketika musim kemarau tiba mereka akan menanam tanaman yang memerlukan sedikit air. Seperti palawija, singkong, kacang, dll.
  1. Memiliki pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam setiap agenda dan kegiatannya,
Masyarakat desa masih percaya akan pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam setiap agenda dan kegiatannya.
Misalnya : orangtua akan mencari hari yang baik untuk menikahkan anaknya. Mereka akan melakukan perhitungan sehingga mendapatkan hari yang baik. Mereka percaya jika melaksanakan sesuatu di hari yang buruk, maka malapetaka akan menimpa / kegiatan tersebut tidak akan sukses (gagal).
  1. Memiliki toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat,
Masyarakat desa cenderung tidak anarkis. Mereka dapat memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat, di desa biasanya permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan. Mudah untuk melakukan konsolidasi, tidak ayal orang yang tadinya bersalah malah bisa menjadi seperti keluarga. Karena kesungguhan orang yang melakukan kesalahan dalam memperbaiki diri, dan ketulusan masyarakat desa untuk memberikan maaf. Seperti dalam pepatah, “Tiada Gading Yang Tak Retak”. Tiada manusia yang sempurna, kesalahan merupakan suatu keniscayaan bagi manusia, dan setiap manusia itu bisa berubah. Perubahan menjadi lebih baik bukanlah suatu kemustahilan.
  1. Mencintai seni dan dekat dengan alam.
Masyarakat desa dapat menyalurkan bakat seninya dengan bermain kesenian tradisional, kearifan local masih sangat melekat. Pada acara-acara panen raya biasanya pertunjukan-pertunjukan seni ditampilkan, diiringi dengan alunan musik dan tarian tradisional. 
Salah satu contohnya adalah pertunjukan Bendrong Lesung,

Bendrong Lesung adalah kesenian tradisional yang menggunakan lesung dan alu sebagai property pertunjukannya. Lesung dan alu yaitu alat penumbuk padi tradisional yang terbuat dari kayu. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian tradisional dari daerah Cilegon, Banten. Kesenian bedrong lesung ini menggambarkan tentang kegembiraan dan suka cita masyarakat dalam menyambut musim panen mereka.
Ini merupakan salah satu bentuk syukur masyarakat desa kepada Tuhan terhadap hasil panen yang diraih. Dan merupakan salah satu bentuk kecintaan mereka pada alam yang telah memberikan kehidupan.




Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar