1.
Wilayah
Wilayah adalah seluruh tempat baik berupa daratan,
lautan, dan juga udara yang ada diatasnya yang memiliki batas-batas tertentu.
Suatu negara batas-batas wilayahnya dapat ditentukan dengan cara :
➔
Batas alam,
batas wilayah suatu negara yang berupa alam adalah danau, gunung, sungai,
selat, laut.
➔
Batas buatan,
batas wilayah suatu negara yang berupa batas buatan adalah tembok/pagar, jalan
raya. Sebagai contohnya adalah tembok cina.
➔
Batas
astronomi, batas wilayah suatu negara yang berupa garis lintang dan garis bujur.
Sebagai contoh batas astronomi negara kita "Indonesia" yaitu 6
derajat LU - 11 derajat LS dan 95 derajat - 141 derajat BT.
➔
Batas
perjanjian, batas wilayah ini dapat berupa konvensi, traktat, misalnya konvensi
hukum laut internasional.
Batasan batasan suatu negara
a.
Wilayah Daratan
Wilayah Daratan adalah wilayah atau daerah yang berupa daratan. Untuk
menentukan batas daratan dengan Negara lain pada umumnya ditentukan dengan
suatu perjanjian.
Contoh :
- Perjanjian antara Indonesia dengan Australia
tentang penetapan garis-garis batas antara Indonesia dengan Papua Nugini, yang
ditanda tangani pada tanggal 12 februari 1973. batas wilayah tersebut berada di
pulau Papua, yang membagi Pulau Papua menjadi dua bagian, yaitu bagian barata
menjadi wilayah Indonesia dan bagian timur menjadi wilayah Papua Nugini.
- Perjanjian antara Belanda dan Inggris tentang
penetapan batas wilayah Hindia Belanda di pulau Kalimantan. Batas tersebut
sekarang ditandai oleh sebuah tugu perbatasan, yaitu wilayah pemerintah Hindia
Belanda menjadi Wilayah Indonesia dan Wilayah pemerintahan Inggris menjadi
wilayah Malaysia.
b. Wilayah Lautan
Lautan atau perairan territorial merupakan bagian wilayah dari suatu
negara. Sehubungan dengan itu terdapat dua konsepsi pokok tentang wilayah laut
yaitu :
- Res Nullius, menyatakan bahwa laut yang tidak ada
pemiliknya dapat diambil dan dimiliki oleh tiap-tiap negara.
- Res Communis, menyatakan bahwa laut adalah milik
bersama masyarakat dunia sehingga dapat diambil atau dimiliki oleh tiap-tiap
negara.
Menurut konsep umum, demi menunjang keselamatan negara, setiap negara
berhak atas bagian tertentu laut yang berbatasan dengan wilayah daratan
negaranya sebagai bagian wilayah teritorialnya. dalam hal ini, yang
diberlakukan adalah semua ketentuan atau peraturan negaranya.
Batas laut territorial sesuai dengan Territoriale Zee en Maritim Kringen
Ordonantie 1939. yaitu lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari
garis pantai terendah pada tiap-tiap pulau Indonesia. Teori ini diajarkan oleh
ahli hukum Belanda, yaitu Bynkershoek.
Pada zaman pemerintahan Hindi Belanda terdapat suatu konsepsi peraturan
tentang wilayah laut Indonesia, yaitu setiap pulau atau sekelompok pulau di
Indonesia memilki wilayah laut tersendiri. Peraturan ini mengakibatkan
terpisahnya antar pulau dan sekelompok pulau yang satu dengan yang lain. Secara
geografis, hal tersebut tidak mendukung asas “Negara keastuan” seperti yang
dimaksud dalam pasal 1 UUD 1945, stelah merdeka dan berdaulat penuh, Indonesia
mempunyai hak mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan keamanan dan
keselamatan negara. Langkah selanjutnya, pada tanggal 13 Desember 1957
pemerintah Indonesia megumumkan Deklarasi Djuanda yang menetapkan lebar laut
wilayah Indonesia 12 mil diukur dari garis pantai. Konsep ini kemudian menjadi
pangkal tolak terwujudnya konsep Wawasan Nusantara.
Pada saat ini, penentuan batas wilayah laut telah
memilki dasar hokum, yaitu menurut Konfrensi Hukum Laut Internasional III tahun
1982 yang diprakarsai oleh PBB atau United Nation Conference On The Law Of The
Sea (UNCLOS) di Jamaica.
Penentuan batas-batas laut dapat kita ketahui dalam bentuk traktat
multilateral sebagai berikut.
- Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE merupakan wilayah laut dari suatu negara yang batsnya 200 mil laut
dari garis pantai. Dalam wilayah itu, Negara mempunyai hak untuk meggali
kekayaan alam dan melakukan kegiatan ekonomi. negara lain bebas berlayar dan
melakukan penerbangan di atas wilayah itu serta bebas memasang kabel dan pipa
di bawah lautan tersebut. negara pantai yang bersangkutan berhak menagkap
nelayan asing yang ketahuan menangkap ikan dalam ZEE-nya.
- Batas Laut Teritorial
Tiap-tiap negara mempunyai kekuasaan terhadap laut territorial hingga 12
mil dari garis pantai.
- Batas Zona Bersebelahan
Penentuan batas zona bersebelahan adalah sejauh 12 mil laut di luar
batas laut territorial atau 24 mil lautdari garis pantai. Dalam wilayah ini,
negara dapat menindak pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang imigrasi, fiscal, dan bea cukai.
- Batas Landasan Benua
Batas landas benua yaitu sejauh lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah
ini, negara dapat melakukan eksplotasi dari ekplorasi dengan kewajiban membagi
keuntungan dengan masyarakat Internasional.
c. Wilayah Udara
Wilayah
udara meliputi daerah yang berada di atas wilayah negara atau di atas wilayah
darat dan wilayah laut teritorial suatu negara. Di forum internasional belum
ada kesepakatan tentang kedaulatan suatu negara atas wilayah udara. Dalam pasal
1 Konvensi Paris 1919 yang telah diganti dengan Konvensi Chicago 1944
dinyatakan, bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan utuh dan eksklusif di
wilayah udaranya.
Ada
beberapa teori tentang batas wilayah udara sebagai berikut.
1) Teori
Negara Berdaulat di Udara
a)
Teori Pengawasan
Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan negara
dalam mengawasi ruang udara di atas wilayahnya. Teori ini dikemukakan oleh
Cooper (1951).
b)
Teori Udara Wilayah udara meliputi suatu ketinggian
dari kemampuan udara untuk mengangkat (mengapungkan) balon pesawat udara.
c)
Teori Keamanan
Negara mempunyai kedaulatan terhadap udaranya,
termasuk untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh Fauchilli (1901)
yang menentukan ketinggian wilayah udara 1.500 m. akan tetapi, pada tahun 1910
ketinggian tersebut diturunkan menjadi 500 m.
2) Teori
Udara Bebas
a)
Kebebasan Udara Terbatas
·
Untuk memelihara keamanan dan keselamatan, setiap
negara berhak mengambil suatu tindakan tertentu.
·
Negara hanya mempunyai hak sebatas wilayah
teritorialnya.
b)
Kebebasan Ruang Udara Tanpa Batas
Tidak ada
Negara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara sehingga ruang udara
itu bebas dan dapat dipergunakan oleh siapapun
Batas Kedaulatan Wilayah Udara
Apabila
mempelajari Konvensi Chicago 1944 maka terlihat bahwa tidak ada satupun pasal
yang mengatur mengenai batas wilayah udara yang dapat dimliki oleh suatu negara
bawah baik secara horisontal maupun secara vertikal.
Untuk
mengisi kekosongan hukum tersebut, hukum internasioal memberikan kepada para
sarjana terkemuka untuk menggali dan mencari konsep-konsep hukum yang dapat
digunakan sebagai landasan hukum.
1) Batas
Kedaulatan Wilayah Udara Secara Horisontal
Seperti
telah diketahui bahwa batas wilayah darat suatu negara adalah berdasarkan
perjanjian dengan negara-negara tetangga, dan dengan demikian setiap negara
memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara horisontal adalah sama dengan
seluas wilayah darat negaranya, sedangkan negara yang berpantai batas wilayah
negara akan bertambah yaitu dengan adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam
Article 3 United Nations Convention on the Law Of the Sea (1982) yang
menyebutkan setiap negara pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai
maksimum 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal (base line).
Yaitu
dengan cara luas daratan yang berdasarkan perjanjian perbatasan dengan negara
tetangga dan ditambah dengan Pasal 3 Konvensi Hukum Laut 1982.
Begitu
pula dalam hal apabila laut wilayah yang berdampingan atau berhadapan dengan
milik negara tetangga yang kurang dari 2 x 12 mil laut, maka penyelesaian
masalah batas wilayah udara secara horisontal adalah melalui perjanjian antar
negara tetangga seperti halnya dalam hukum laut internasional.
Tetapi
ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Kanada mengajukan secara
sepihak untuk menetapkan jalur tambahan (contiguous zone) di ruang udara yang
dikenal dengan istilah A.D.I.Z. (Air Defence Identification Zone) yaitu setiap
pesawat udara yang terbang menuju negara Amerika Serikat atau Kanada dalam
jarak 200 mil harus menyebutkan jati diri pesawat udara.
Hal ini
dilakukan untuk keamanan negara dari bahaya yang datang melalui ruang udara.
2) Batas
Kedaulatan Wilayah Udara Secara Vertikal
Untuk
menentukan batas kedaulatan di wilayah udara secara vertikal masih tetap
menjadi permasalahan sampai dengan saat ini, karena perjanjian internasional,
kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum dan yurisprudensi internasional
yang mengatur tentang batas kedaulatan wilayah udara secara vertikal belum ada,
maka beberapa sarjana terkemuka khususnya ahli hukum udara berusaha untuk
membuat beberapa konsep (teori, ajaran atau pendapat) yang mungkin dapat
digunakan sebagai landasan pembuatan peraturan tentang batas ketinggian
kedaulatan negara di ruang udara, yaitu misalnya konsep dari :
a) Beaumont dan Shawcross yang menyebutkan bahwa batas ketinggian
kedaulatan
negara di ruang udara adalah tidak terbatas.
b) Cooper yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di
ruang udara adalah setinggi negara itu dapat menguasainya.
c) Holzendorf yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara
di ruang udara adalah setinggi 1000 meter yang ditarik dari permukaan bumi yang
tertinggi.
d) Lee yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di
ruang udara adalah sama dengan jarak tembakan meriam (canon theory).
e) Von Bar yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di
ruang udara adalah 60 meter dari permukaan bumi.
f) Priyatna Abdurrasyid yang menyebutkan bahwa batas ketinggian
kedaulatan negara di ruang udara adalah setinggi sebuah pesawat udara
konvensional sudah tidak dapat lagi melayang.
Pendapat
Priyatna Abdurrasyid ini pernah ditentang dengan adanya Pasal 30 ayat 3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang
menyebutkan bahwa “T.N.I.- A.U. selaku penegak kedaulatan negara di udara
mempertahankan wilayah dirgantara nasional ………. dstnya”.
Kata
dirgantara berarti mencakup ruang udara dan antariksa (ruang angkasa) termasuk
G.S.O. (Geo Stationer Orbit).
Dengan
demikian pada waktu itu negara Indonesia tidak menganut pendapat Priyatna
Abdurrasyid tetapi menganut pendapat Beaumont dan Showcross.
Dengan
tidak adanya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang
batas ketinggian wilayah udara yang dapat dimiliki oleh negara bawah, maka
banyak negara-negara di dunia melakukan secara sepihak menetapkan batas
ketinggian wilayah udara nasionalnya seperti yang dilakukan oleh negara Amerika
Serikat melalui Space Command menetapkan batas vertikal udara adalah 100
kilometer.
Negara
Australia di dalam Australian Space Treaty Act 1998 menetapkan batas ketinggian
wilayah udaranya adalah 100 kilometer yang diukur dari permukaan laut.
Negara
Korea Selatan mengusulkan dalam sidang UNCOPUOS 2003 bahwa batas ketinggian
wilayah udara adalah antara 100 sampai dengan 110 kilometer.
Negara
Rusia mengusulkan dalam sidang UNCOPUOS 1992 batas ketinggian wilayah udara
adalah antara 100 sampai dengan 120 kilometer.
Sedangkan
negara Indonesia pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia”, serta
pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara disebutkan bahwa “batas wilayah negara di darat, perairan, dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar
perjanjian bilateral dan atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan
batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional”.
Mengenai
batas wilayah di darat maupun di laut hampir sebagian besar telah dilakukan
oleh negara Indonesia dengan negara-negara tetangga, tetapi tentang batas
wilayah di udara secara vertikal belum ada baik itu dalam ketentuan hukum
nasional maupun dalam perjanjian antar negara tetangga.
Pada
Pasal 6 ayat 1 Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengelolaan
Ruang Udara Nasional menyebutkan sebagai berikut : “Batas vertikal pengelolaan
ruang udara nasional sampai ketinggian 110 (seratus sepuluh) kilometer dari
konfiguarsi permukaan bumi”.
Dengan
demikian dapat terlihat adanya ketidak seragaman konsep di antara para sarjana
terkemuka ataupun oleh negara-negara dalam menentukan batas ketinggian wilayah
udara yang dapat dimiliki oleh suatu negara bawah.
d. Wilayah
Extratoritorial
Daerah ektrateritorial adalah daerah yang menurut kebiasaan
internasional diakui sebagai daerah kekuasaan suatu negara, meskipun daerah itu
berada di wilayah kekuasaan negara lain. Daerah ekstrateritorial meliputi :
1)
Kapal yang
Berlayar di bawah Bendera suatu Negara
Kapal yang berlayar dengan
menggunakan bendera suatu negara dianggap sebagai wilayah negara yang
benderanya dikibarkan, baik ketika kapal itu sedang berlayar di laut lepas atau
berada di wilayah negara lain.
2)
Kedutaan atau
Perwakilan Tetap di wilayah Negara Lain
Di wilayah ini diberlakukan larangan terhadap alat negara, misalnya
polisi atau pejabat kehakiman yang memasuki suatu negara tanpa izin dari
kedutaan. Setiap ada perwakilan diplomatic disuatu negara, pasti terdapat
daerah eksteritorial. Hal ini didasarkan pada hukum internasional hasil Kongres
Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun 1818.
2.
Penduduk
Penduduk merupakan warga negara yang memiliki
tempat tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara
adalah pribumi atau penduduk asli Indonesia dan penduduk negara lain yang
sedang berada di Indonesia untuk tujuan tertentu.
a. Pengertian
Warga Negara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian warga negara adalah
penduduk sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat
kelahiran, dan sebagainya mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang
warga negara dari negara itu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia pasal 1 angka (1) pengertian warga negara
adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangundangan.
Secara umum, pengertian warga negara adalah anggota suatu negara yang
mempunyai keterikatan timbal balik dengan negaranya. Warga negara dalam bahasa
Inggris dikenal dengan kata citizens. Seseorang dapat menjadi warga negara
setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh suatu negara.
b. Pengertian Kewarganegaraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kewarganegaraan adalah hal
yang berhubungan dengan warga negara dan keanggotaan sebagai warga negara.
Menurut pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, pengertian kewarganegaraan adalah segala
hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara. Dalam bahasa Inggris, kewarganegaraan
dikenal dengan kata citizenship, artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan
atau ikatan
antara negara dengan warga negara. Istilah kewarganegaraan dapat
dibedakan dalam arti yuridis dan sosiologis.
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan
adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu
menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah
kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hukum tersebut
antara lain akta kelahiran, surat pernyataan, dan bukti kewarganegaraan.
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan
hukum. Akan tetapi ditandai dengan ikatan emosional, seperti ikatan perasaan,
ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan
kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara yang bersangkutan.
Orang yang sudah memiliki kewarganegaraan tidak jatuh pada kekuasaan atau
wewenang negara lain. Negara lain tidak berhak memperlakukan kaidah-kaidah hukum
kepada orang yang bukan warga negaranya.
c. Pengertian
Pewarganegaraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pewarganegaraan adalah
proses, cara dan perbuatan mewarganegarakan. Menurut pasal 1 angka (3)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
pengertian pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Asas kewarganegaraan adalah pedoman dasar bagi suatu negara untuk menentukan warga negara yang menjadi
warga negaranya. Setiap negara mempunyai kebebasan untuk menentukan asas
kewarganegaraan yang hendak dipergunakannya.
Di negara Indonesia, asas kewarganegaraan ditegaskan dalam penjelasan
umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, sebagai berikut:
1) Asas ius
sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2) Asas ius
soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi
anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006.
3) Asas
kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
4) Asas
kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini.
Selain asas-asas tersebut dalam menentukan kewarganegaraan dipergunakan
dua stelsel (sistem) kewarganegaraan, yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif.
Menurut stelsel aktif, seseorang harus melakukan tindakan-tindakan hukum
tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara. Menurut stelsel pasif, orang
dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan sesuatu
tindakan hukum tertentu. Berhubungan dengan kedua stelsel tersebut, harus
dibedakan antara hak opsi, yaitu hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan
(dalam stelsel aktif) dan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu
kewarganegaraan (dalam stelsel pasif). Selain dari sisi kelahiran, penentuan
kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat sebagai berikut:
1) Asas
persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang
tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan
kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat
termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status
kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
2) Asas
persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan
status kewarganegaaraan. Suami dan istri memiliki hak yang sama untuk
menentukan kewarganegaraannya. Jadi, mereka dapat berbeda kewarganegaraan
seperti halnya ketika belum berkeluarga. Warga negara Indonesia yang ingin
tetap menjadi warga negara Indonesia setelah kawin dengan warga negara asing
dapat mengajukan surat pernyataan.
Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan
asas yang dianut negara tersebut. Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya
suatu negara tidak terikat oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan.
Negara lain juga tidak boleh menentukan siapa saja yang menjadi warga negara
dari suatu negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa asas yang digunakan
oleh suatu negara dalam menentukan kewarganegaraannya berbedabeda. Dengan adanya
perbedaan dalam menentukan kewarganegaraan di suatu negara tersebut dapat
menimbulkan dua kemungkinan status terhadap seseorang. Dua kemungkinan status
seseorang tersebut seperti berikut:
1) Apatride,
yaitu istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.
2) Bipatride,
yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap
dua).
Dua kemungkinan status seseorang tersebut merupakan problem
kewarganegaraan Indonesia. Oleh karena itu, pada dasarnya Undang- Undang Nomor
12 Tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Undang-undang ini hanya memberikan pengecualian
atas perolehan kewarganegaraan ganda kepada anak-anak yang belum berusia 18
tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Anak yang
bersangkutan lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga negara Indonesia
dan ibu warga negara asing.
2) Anak yang
bersangkutan lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga negara asing dan
ibu warga negara Indonesia.
3) Anak yang
lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui
oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berusia delapan belas tahun atau belum kawin.
4) Anak yang
bersangkutan lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
5) Anak yang
bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan sah,
belum berusia 18 tahun dan belum kawin yang diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing.
Anak yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang belum berusia
lima tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan
penetapan pengadilan. Anak-anak yang memperoleh pengecualian kewarganegaraan
ganda tersebut, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin harus menyatakan
memilih salah satu kewarganegaraannya. Jadi jelaslah bahwa ketentuan tentang
kewarganegaraan ganda dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 merupakan suatu
pengecualian.
3.
Pemerintah
Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan
untuk menjalankan roda pemerintahan.
a.
Pengertian Pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi
mengenai sistem pemerintahan. Pemerintah meliputi tiga pengertian, yaitu:
1. Penguasa:
Gabungan semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah dalam arti kata yang
luas. Jadi, termasuk semua badan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan
kesejahteraan umum, badan kenegaraan yang bertugas membuat peraturan, badan
kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan dan mempertahankan peraturan yang
dibuat oleh badan yang disebut pertama, badan kenegaraan yang bertugas
mengadili. Berarti, meliputi badan legislatif, eksekutif, yudikatif. Pengertian
di atas disebut overheid,gouvernement (Belanda), authorities, government
(Inggris), penguasa (Indonesia).
2. Kepala
Negara: Gabungan badan kenegaraan yang tertinggi atau badan kenegaraan
tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara, misalnya raja,
presiden.
3. Eksekutif:
Kepala negara (Presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya. Berarti organ
eksekutif, yang biasa disebut Dewan Menteri atau Kabinet.
Pemerintah dalam melakasanakan tugasnya mempunyai system yang disebut
dengan system pemerintahan. Setiap negara memiliki sebuah sistem untuk mengatur
seluruh urusan pemerintahan. Sistem pemerintahan adalah cara pemerintah dalam
mengatur semua yang berkaitan dengan pemerintahan. Sistem ini berfungsi untuk
menjaga kestabilan pemerintahan, politik, pertahanan, ekonomi, dll. Sistem
pemerintahan yang dijalankan secara benar dan menyeluruh, maka semua negara
tersebut akan berada dalam keadaan stabil.
b. Macam-macam Sistem Pemerintahan yang ada di dunia.
Di Dunia ini terdapat beberapa sistem pemerintahan yang masih
diterapkan, antara lain:
1) Sistem
Pemerintahan Presidensial
Sistem Pemerintahan Presidensial merupakan sistem pemerintahan
yang_menganut asas Trias Politica yang membagi kekuasaan dalam tiga lembaga
secara seimbang yaitu Eksekutif,_Legislatif, dan Yudikatif. Presiden sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif memegang kekuasaan_sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan. Presiden juga dapat membentuk kabinet yang bertangung
jawab penuh kepada presiden(tidak bisa dibubarkan oleh parlemen).
2) Sistem
Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem pemerintahan parlementer, Presiden adalah seorang kepala
negara atau sebagai simbol negara sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh
seorang perdana menteri. Perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen
artinya Parlemen memiliki peranan yang besar terhadap eksekutif.
Kelebihan
dan Kelemahan dari Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlemeter
1) Parlementer
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
- Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat
karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal
ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau
koalisi partai.
- Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan publik jelas.
- Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap
kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
- Sistem pertanggung jawaban eksekutif jelas, yaitu
kepada parlemen.
- Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan
sangat besar sehingga suara rakyat sangat didengarkan oleh parlemen.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :
- Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung
pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat
dijatuhkan oleh parlemen.
- Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet
tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena
sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
- Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu
terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari
partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai,
anggota kabinet dapat menguasai parlemen.
- Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi
jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan
eksekutif lainnya.
- Keberhasilan sangat sulit dicapai jika partai
dinegara tersebut sangat banyak (banyak suara)
2)
Presidensial
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
- Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena
tidak tergantung pada parlemen.
- Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan
jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah
empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun dan Presiden Philipina adalah
enam tahun.
- Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan
dengan jangka waktu masa jabatannya.
- Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk
jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota
parlemen sendiri.
- Sering terjadi ketidaksamaan garis politik antara
badan Yudikatif dan Eksekutif. Kekuasaan Yudikatif pun terpisah dari kekuasaan
lainnya karena pemilihan anggota-anggota badan perwakilan rakyat terpisah dari
pemilihan anggota badan eksekutif.
- Pemerintah dapat leluasa karena tidak ada
bayang-bayang krisis kabinet.
- Seorang menteri tidak dapat dijatuhkan parlemen
karena bertanggung jawab terhadap presinden.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
- Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung
legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
- Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
- Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya
hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi
keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
- Pembuatan keputusan memerlukan waktu lama.
- Pengawasan rakyat lemah.
- Pengaruh rakyat dalam kebijakan politik Negara
kurang mendapat perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar