Rabu, 16 November 2016

Unsur-unsur Terbentuknya Suatu Negara





Terbentuknya suatu negara harus memenuhi tiga syarat mutlak dibawah ini yang merupakan unsur-unsur (unsur konstitutif) suatu negara.

1.     Wilayah


Wilayah adalah seluruh tempat baik berupa daratan, lautan, dan juga udara yang ada diatasnya yang memiliki batas-batas tertentu. Suatu negara batas-batas wilayahnya dapat ditentukan dengan cara :
        Batas alam, batas wilayah suatu negara yang berupa alam adalah danau, gunung, sungai, selat, laut.
        Batas buatan, batas wilayah suatu negara yang berupa batas buatan adalah tembok/pagar, jalan raya. Sebagai contohnya adalah tembok cina.
        Batas astronomi, batas wilayah suatu negara yang berupa garis lintang dan garis bujur. Sebagai contoh batas astronomi negara kita "Indonesia" yaitu 6 derajat LU - 11 derajat LS dan 95 derajat - 141 derajat BT.
        Batas perjanjian, batas wilayah ini dapat berupa konvensi, traktat, misalnya konvensi hukum laut internasional.
Batasan batasan suatu negara
a.   Wilayah Daratan
Wilayah Daratan adalah wilayah atau daerah yang berupa daratan. Untuk menentukan batas daratan dengan Negara lain pada umumnya ditentukan dengan suatu perjanjian.
Contoh :
-     Perjanjian antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan garis-garis batas antara Indonesia dengan Papua Nugini, yang ditanda tangani pada tanggal 12 februari 1973. batas wilayah tersebut berada di pulau Papua, yang membagi Pulau Papua menjadi dua bagian, yaitu bagian barata menjadi wilayah Indonesia dan bagian timur menjadi wilayah Papua Nugini.
-     Perjanjian antara Belanda dan Inggris tentang penetapan batas wilayah Hindia Belanda di pulau Kalimantan. Batas tersebut sekarang ditandai oleh sebuah tugu perbatasan, yaitu wilayah pemerintah Hindia Belanda menjadi Wilayah Indonesia dan Wilayah pemerintahan Inggris menjadi wilayah Malaysia.

b.  Wilayah Lautan
Lautan atau perairan territorial merupakan bagian wilayah dari suatu negara. Sehubungan dengan itu terdapat dua konsepsi pokok tentang wilayah laut yaitu :
-     Res Nullius, menyatakan bahwa laut yang tidak ada pemiliknya dapat diambil dan dimiliki oleh tiap-tiap negara.
-     Res Communis, menyatakan bahwa laut adalah milik bersama masyarakat dunia sehingga dapat diambil atau dimiliki oleh tiap-tiap negara.

Menurut konsep umum, demi menunjang keselamatan negara, setiap negara berhak atas bagian tertentu laut yang berbatasan dengan wilayah daratan negaranya sebagai bagian wilayah teritorialnya. dalam hal ini, yang diberlakukan adalah semua ketentuan atau peraturan negaranya.
Batas laut territorial sesuai dengan Territoriale Zee en Maritim Kringen Ordonantie 1939. yaitu lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis pantai terendah pada tiap-tiap pulau Indonesia. Teori ini diajarkan oleh ahli hukum Belanda, yaitu Bynkershoek.
Pada zaman pemerintahan Hindi Belanda terdapat suatu konsepsi peraturan tentang wilayah laut Indonesia, yaitu setiap pulau atau sekelompok pulau di Indonesia memilki wilayah laut tersendiri. Peraturan ini mengakibatkan terpisahnya antar pulau dan sekelompok pulau yang satu dengan yang lain. Secara geografis, hal tersebut tidak mendukung asas “Negara keastuan” seperti yang dimaksud dalam pasal 1 UUD 1945, stelah merdeka dan berdaulat penuh, Indonesia mempunyai hak mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan negara. Langkah selanjutnya, pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia megumumkan Deklarasi Djuanda yang menetapkan lebar laut wilayah Indonesia 12 mil diukur dari garis pantai. Konsep ini kemudian menjadi pangkal tolak terwujudnya konsep Wawasan Nusantara.
Pada saat ini, penentuan batas wilayah laut telah memilki dasar hokum, yaitu menurut Konfrensi Hukum Laut Internasional III tahun 1982 yang diprakarsai oleh PBB atau United Nation Conference On The Law Of The Sea (UNCLOS) di Jamaica.

Penentuan batas-batas laut dapat kita ketahui dalam bentuk traktat multilateral sebagai berikut.
-     Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE merupakan wilayah laut dari suatu negara yang batsnya 200 mil laut dari garis pantai. Dalam wilayah itu, Negara mempunyai hak untuk meggali kekayaan alam dan melakukan kegiatan ekonomi. negara lain bebas berlayar dan melakukan penerbangan di atas wilayah itu serta bebas memasang kabel dan pipa di bawah lautan tersebut. negara pantai yang bersangkutan berhak menagkap nelayan asing yang ketahuan menangkap ikan dalam ZEE-nya.
-     Batas Laut Teritorial
Tiap-tiap negara mempunyai kekuasaan terhadap laut territorial hingga 12 mil dari garis pantai.
-     Batas Zona Bersebelahan
Penentuan batas zona bersebelahan adalah sejauh 12 mil laut di luar batas laut territorial atau 24 mil lautdari garis pantai. Dalam wilayah ini, negara dapat menindak pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap undang-undang imigrasi, fiscal, dan bea cukai.
-     Batas Landasan Benua
Batas landas benua yaitu sejauh lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini, negara dapat melakukan eksplotasi dari ekplorasi dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat Internasional.
c.  Wilayah Udara
Wilayah udara meliputi daerah yang berada di atas wilayah negara atau di atas wilayah darat dan wilayah laut teritorial suatu negara. Di forum internasional belum ada kesepakatan tentang kedaulatan suatu negara atas wilayah udara. Dalam pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang telah diganti dengan Konvensi Chicago 1944 dinyatakan, bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan utuh dan eksklusif di wilayah udaranya.
Ada beberapa teori tentang batas wilayah udara sebagai berikut.
1)  Teori Negara Berdaulat di Udara
a)    Teori Pengawasan
Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan negara dalam mengawasi ruang udara di atas wilayahnya. Teori ini dikemukakan oleh Cooper (1951).
b)    Teori Udara Wilayah udara meliputi suatu ketinggian dari kemampuan udara untuk mengangkat (mengapungkan) balon pesawat udara.
c)    Teori Keamanan
Negara mempunyai kedaulatan terhadap udaranya, termasuk untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh Fauchilli (1901) yang menentukan ketinggian wilayah udara 1.500 m. akan tetapi, pada tahun 1910 ketinggian tersebut diturunkan menjadi 500 m.
2)  Teori Udara Bebas
a)     Kebebasan Udara Terbatas
·      Untuk memelihara keamanan dan keselamatan, setiap negara berhak mengambil suatu tindakan tertentu.
·      Negara hanya mempunyai hak sebatas wilayah teritorialnya.
b)     Kebebasan Ruang Udara Tanpa Batas
Tidak ada Negara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara sehingga ruang udara itu bebas dan dapat dipergunakan oleh siapapun

Batas Kedaulatan Wilayah Udara
Apabila mempelajari Konvensi Chicago 1944 maka terlihat bahwa tidak ada satupun pasal yang mengatur mengenai batas wilayah udara yang dapat dimliki oleh suatu negara bawah baik secara horisontal maupun secara vertikal.
Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, hukum internasioal memberikan kepada para sarjana terkemuka untuk menggali dan mencari konsep-konsep hukum yang dapat digunakan sebagai landasan hukum.
1)  Batas Kedaulatan Wilayah Udara Secara Horisontal
Seperti telah diketahui bahwa batas wilayah darat suatu negara adalah berdasarkan perjanjian dengan negara-negara tetangga, dan dengan demikian setiap negara memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara horisontal adalah sama dengan seluas wilayah darat negaranya, sedangkan negara yang berpantai batas wilayah negara akan bertambah yaitu dengan adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam Article 3 United Nations Convention on the Law Of the Sea (1982) yang menyebutkan setiap negara pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai maksimum 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal (base line).
Yaitu dengan cara luas daratan yang berdasarkan perjanjian perbatasan dengan negara tetangga dan ditambah dengan Pasal 3 Konvensi Hukum Laut 1982.
Begitu pula dalam hal apabila laut wilayah yang berdampingan atau berhadapan dengan milik negara tetangga yang kurang dari 2 x 12 mil laut, maka penyelesaian masalah batas wilayah udara secara horisontal adalah melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya dalam hukum laut internasional.
Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Kanada mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan (contiguous zone) di ruang udara yang dikenal dengan istilah A.D.I.Z. (Air Defence Identification Zone) yaitu setiap pesawat udara yang terbang menuju negara Amerika Serikat atau Kanada dalam jarak 200 mil harus menyebutkan jati diri pesawat udara.
Hal ini dilakukan untuk keamanan negara dari bahaya yang datang melalui ruang udara.
2)  Batas Kedaulatan Wilayah Udara Secara Vertikal
Untuk menentukan batas kedaulatan di wilayah udara secara vertikal masih tetap menjadi permasalahan sampai dengan saat ini, karena perjanjian internasional, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum dan yurisprudensi internasional yang mengatur tentang batas kedaulatan wilayah udara secara vertikal belum ada, maka beberapa sarjana terkemuka khususnya ahli hukum udara berusaha untuk membuat beberapa konsep (teori, ajaran atau pendapat) yang mungkin dapat digunakan sebagai landasan pembuatan peraturan tentang batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara, yaitu misalnya konsep dari :
a) Beaumont dan Shawcross yang menyebutkan bahwa batas ketinggian
kedaulatan negara di ruang udara adalah tidak terbatas.
b) Cooper yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah setinggi negara itu dapat menguasainya.
c) Holzendorf yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah setinggi 1000 meter yang ditarik dari permukaan bumi yang tertinggi.
d) Lee yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah sama dengan jarak tembakan meriam (canon theory).
e) Von Bar yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah 60 meter dari permukaan bumi.
f) Priyatna Abdurrasyid yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah setinggi sebuah pesawat udara konvensional sudah tidak dapat lagi melayang.
Pendapat Priyatna Abdurrasyid ini pernah ditentang dengan adanya Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa “T.N.I.- A.U. selaku penegak kedaulatan negara di udara mempertahankan wilayah dirgantara nasional ………. dstnya”.
Kata dirgantara berarti mencakup ruang udara dan antariksa (ruang angkasa) termasuk G.S.O. (Geo Stationer Orbit).
Dengan demikian pada waktu itu negara Indonesia tidak menganut pendapat Priyatna Abdurrasyid tetapi menganut pendapat Beaumont dan Showcross.
Dengan tidak adanya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang batas ketinggian wilayah udara yang dapat dimiliki oleh negara bawah, maka banyak negara-negara di dunia melakukan secara sepihak menetapkan batas ketinggian wilayah udara nasionalnya seperti yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat melalui Space Command menetapkan batas vertikal udara adalah 100 kilometer.
Negara Australia di dalam Australian Space Treaty Act 1998 menetapkan batas ketinggian wilayah udaranya adalah 100 kilometer yang diukur dari permukaan laut.
Negara Korea Selatan mengusulkan dalam sidang UNCOPUOS 2003 bahwa batas ketinggian wilayah udara adalah antara 100 sampai dengan 110 kilometer.
Negara Rusia mengusulkan dalam sidang UNCOPUOS 1992 batas ketinggian wilayah udara adalah antara 100 sampai dengan 120 kilometer.
Sedangkan negara Indonesia pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia”, serta pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara disebutkan bahwa “batas wilayah negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional”.
Mengenai batas wilayah di darat maupun di laut hampir sebagian besar telah dilakukan oleh negara Indonesia dengan negara-negara tetangga, tetapi tentang batas wilayah di udara secara vertikal belum ada baik itu dalam ketentuan hukum nasional maupun dalam perjanjian antar negara tetangga.
Pada Pasal 6 ayat 1 Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional menyebutkan sebagai berikut : “Batas vertikal pengelolaan ruang udara nasional sampai ketinggian 110 (seratus sepuluh) kilometer dari konfiguarsi permukaan bumi”.
Dengan demikian dapat terlihat adanya ketidak seragaman konsep di antara para sarjana terkemuka ataupun oleh negara-negara dalam menentukan batas ketinggian wilayah udara yang dapat dimiliki oleh suatu negara bawah.

d.  Wilayah Extratoritorial
Daerah ektrateritorial adalah daerah yang menurut kebiasaan internasional diakui sebagai daerah kekuasaan suatu negara, meskipun daerah itu berada di wilayah kekuasaan negara lain. Daerah ekstrateritorial meliputi :
1)  Kapal yang Berlayar di bawah Bendera suatu Negara
Kapal yang berlayar dengan menggunakan bendera suatu negara dianggap sebagai wilayah negara yang benderanya dikibarkan, baik ketika kapal itu sedang berlayar di laut lepas atau berada di wilayah negara lain.
2)  Kedutaan atau Perwakilan Tetap di wilayah Negara Lain
Di wilayah ini diberlakukan larangan terhadap alat negara, misalnya polisi atau pejabat kehakiman yang memasuki suatu negara tanpa izin dari kedutaan. Setiap ada perwakilan diplomatic disuatu negara, pasti terdapat daerah eksteritorial. Hal ini didasarkan pada hukum internasional hasil Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun 1818.
2.     Penduduk

Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau penduduk asli Indonesia dan penduduk negara lain yang sedang berada di Indonesia untuk tujuan tertentu.
a.  Pengertian Warga Negara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga negara dari negara itu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pasal 1 angka (1) pengertian warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Secara umum, pengertian warga negara adalah anggota suatu negara yang mempunyai keterikatan timbal balik dengan negaranya. Warga negara dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata citizens. Seseorang dapat menjadi warga negara setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh suatu negara.

b. Pengertian Kewarganegaraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kewarganegaraan adalah hal yang berhubungan dengan warga negara dan keanggotaan sebagai warga negara. Menurut pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, pengertian kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara. Dalam bahasa Inggris, kewarganegaraan dikenal dengan kata citizenship, artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan
antara negara dengan warga negara. Istilah kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti yuridis dan sosiologis.
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hukum tersebut antara lain akta kelahiran, surat pernyataan, dan bukti kewarganegaraan.
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan hukum. Akan tetapi ditandai dengan ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki kewarganegaraan tidak jatuh pada kekuasaan atau wewenang negara lain. Negara lain tidak berhak memperlakukan kaidah-kaidah hukum kepada orang yang bukan warga negaranya.
c. Pengertian Pewarganegaraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pewarganegaraan adalah proses, cara dan perbuatan mewarganegarakan. Menurut pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, pengertian pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Asas kewarganegaraan adalah pedoman dasar bagi suatu negara  untuk menentukan warga negara yang menjadi warga negaranya. Setiap negara mempunyai kebebasan untuk menentukan asas kewarganegaraan yang hendak dipergunakannya.
Di negara Indonesia, asas kewarganegaraan ditegaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, sebagai berikut:
1) Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2) Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
3) Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4) Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Selain asas-asas tersebut dalam menentukan kewarganegaraan dipergunakan dua stelsel (sistem) kewarganegaraan, yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif. Menurut stelsel aktif, seseorang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara. Menurut stelsel pasif, orang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan sesuatu tindakan hukum tertentu. Berhubungan dengan kedua stelsel tersebut, harus dibedakan antara hak opsi, yaitu hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif) dan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel pasif). Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat sebagai berikut:
1) Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
2) Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaaraan. Suami dan istri memiliki hak yang sama untuk menentukan kewarganegaraannya. Jadi, mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya ketika belum berkeluarga. Warga negara Indonesia yang ingin tetap menjadi warga negara Indonesia setelah kawin dengan warga negara asing dapat mengajukan surat pernyataan.
Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut negara tersebut. Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu negara tidak terikat oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara lain juga tidak boleh menentukan siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa asas yang digunakan oleh suatu negara dalam menentukan kewarganegaraannya berbedabeda. Dengan adanya perbedaan dalam menentukan kewarganegaraan di suatu negara tersebut dapat menimbulkan dua kemungkinan status terhadap seseorang. Dua kemungkinan status seseorang tersebut seperti berikut:
1) Apatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki  kewarganegaraan.
2) Bipatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap dua).
Dua kemungkinan status seseorang tersebut merupakan problem kewarganegaraan Indonesia. Oleh karena itu, pada dasarnya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Undang-undang ini hanya memberikan pengecualian atas perolehan kewarganegaraan ganda kepada anak-anak yang belum berusia 18 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Anak yang bersangkutan lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing.
2) Anak yang bersangkutan lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia.
3) Anak yang lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia delapan belas tahun atau belum kawin.
4) Anak yang bersangkutan lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
5) Anak yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin yang diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing.
Anak yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang belum berusia lima tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan. Anak-anak yang memperoleh pengecualian kewarganegaraan ganda tersebut, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Jadi jelaslah bahwa ketentuan tentang kewarganegaraan ganda dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 merupakan suatu pengecualian.


3.     Pemerintah

Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan roda pemerintahan.
a.   Pengertian Pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Pemerintah meliputi tiga pengertian, yaitu:
1.   Penguasa: Gabungan semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah dalam arti kata yang luas. Jadi, termasuk semua badan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, badan kenegaraan yang bertugas membuat peraturan, badan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan dan mempertahankan peraturan yang dibuat oleh badan yang disebut pertama, badan kenegaraan yang bertugas mengadili. Berarti, meliputi badan legislatif, eksekutif, yudikatif. Pengertian di atas disebut overheid,gouvernement (Belanda), authorities, government (Inggris), penguasa (Indonesia).
2. Kepala Negara: Gabungan badan kenegaraan yang tertinggi atau badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara, misalnya raja, presiden.
3. Eksekutif: Kepala negara (Presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya. Berarti organ eksekutif, yang biasa disebut Dewan Menteri atau Kabinet.
Pemerintah dalam melakasanakan tugasnya mempunyai system yang disebut dengan system pemerintahan. Setiap negara memiliki sebuah sistem untuk mengatur seluruh urusan pemerintahan. Sistem pemerintahan adalah cara pemerintah dalam mengatur semua yang berkaitan dengan pemerintahan. Sistem ini berfungsi untuk menjaga kestabilan pemerintahan, politik, pertahanan, ekonomi, dll. Sistem pemerintahan yang dijalankan secara benar dan menyeluruh, maka semua negara tersebut akan berada dalam keadaan stabil.

b.   Macam-macam Sistem Pemerintahan yang ada di dunia.
Di Dunia ini terdapat beberapa sistem pemerintahan yang masih diterapkan, antara lain:
1)  Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem Pemerintahan Presidensial merupakan sistem pemerintahan yang_menganut asas Trias Politica yang membagi kekuasaan dalam tiga lembaga secara seimbang yaitu Eksekutif,_Legislatif, dan Yudikatif. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif memegang kekuasaan_sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden juga dapat membentuk kabinet yang bertangung jawab penuh kepada presiden(tidak bisa dibubarkan oleh parlemen).
2)  Sistem Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem pemerintahan parlementer, Presiden adalah seorang kepala negara atau sebagai simbol negara sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh seorang perdana menteri. Perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen artinya Parlemen memiliki peranan yang besar terhadap eksekutif.

 Kelebihan dan Kelemahan dari Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlemeter
1)  Parlementer
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
-   Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
-    Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
-     Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
-     Sistem pertanggung jawaban eksekutif jelas, yaitu kepada parlemen.
-   Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan sangat besar sehingga suara rakyat sangat didengarkan oleh parlemen.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :
-  Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
- Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
-  Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen.
- Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
-  Keberhasilan sangat sulit dicapai jika partai dinegara tersebut sangat banyak (banyak suara)
2)  Presidensial
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
-     Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
-    Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun dan Presiden Philipina adalah enam tahun.
-     Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
-     Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
-  Sering terjadi ketidaksamaan garis politik antara badan Yudikatif dan Eksekutif. Kekuasaan Yudikatif pun terpisah dari kekuasaan lainnya karena pemilihan anggota-anggota badan perwakilan rakyat terpisah dari pemilihan anggota badan eksekutif.
-     Pemerintah dapat leluasa karena tidak ada bayang-bayang krisis kabinet.
-  Seorang menteri tidak dapat dijatuhkan parlemen karena bertanggung jawab terhadap presinden.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
-     Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
-     Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
-     Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
-     Pembuatan keputusan memerlukan waktu lama.
-     Pengawasan rakyat lemah.
-   Pengaruh rakyat dalam kebijakan politik Negara kurang mendapat perhatian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar